Pemimpin Libya Muammar Gaddafi menyapa pendukungnya, Rabu (2/3).(FOTO ANTARA/REUTERS/Ahmed Jadallah/djo)

Saya tidak mengerti mengapa dia melakukan ini"
Jakarta (ANTARA News)- Mereka berjuang mencari tempat perlindungan, dan mereka beruntung bisa lolos hidup-hidup, keluar dari negerinya, Libya. Mobil-mobil penuh manusia dan harta benda berjejer sepanjang jalan di gurun sebelah timur Ras Lanuf, sebuah kota kaya minyak di Libya.

Ketika itu, beberapa jet tempur pemerintah terbang rendah di atas mereka, termasuk di atas keluarga muda Salim Hussein Attia yang berlindung di atas truk pikap mereka.

"Kami mencoba mengungsi ke kerabat kami karena Ras Lanuf sudah tidak aman lagi," kata Attia kepada AFP di sebuah rumah sakit di Ajdabiya, 200 kilo meter ke arah timur Libya. Seorang dokter sedang merawat luka bakar yang dideritanya akibat terkena pecahan peluru.

"Kami sedang berkendara melewati pompa bensin ketika tiba-tiba dihantam ledakan besar. Tapi Alhamdulilah semua keluarga saya baik-baik saja. Putera saya Ahmad hanya mengalami beberapa luka gores," tambah pria berusia 47 tahun yang bekerja sebagai manajer pengeboran minyak itu.

Istrinya, putera bungsunya yang kini berusia tiga tahun, dan puterinya yang berusia sepuluh tahun juga berada dalam mobil, dan beruntung mereka tidak terluka.

Saat itu, truk mereka mengambil arah berlawanan dengan truk milik pasukan penentang pemerintah Muamar Gadaffi yang dilengkapi senjata anti pesawat tempur.

Para pemberontak itu sedang menuju Ras Lanuf, setelah mundur dari sebuah desa di wilayah barat untuk menghadapai pasukan pemerintah.

Menurut AFP yang tiba di tempat kejadian sesaat setelah serangan itu, lubang dan rongsokan mobil yang hancur terkena bom berserakan di jalan.

Sisi truk yang berwarna putih dan merah terciprat darah, sementara panel samping penyok dan jendelanya hancur berantakan.

Ahmad Ali, sahabat Attia, yang berkendara tepat di depannya dan kini mobilnya penuh dengan pecahan rongsokan akibat ledakan mengatakan heran mengapa Gadaffi menyerang mereka dengan pesawat tempur.

Bagaimana Anda bisa mencanangkan batas belajar lebih banyak? Bagian berikutnya mungkin berisi bahwa salah satu sedikit kebijaksanaan yang mengubah segalanya.

"Saya tidak mengerti mengapa dia melakukan ini, percayalah saya tidak mengerti," ujar Ali tak henti menggelengkan kepala.

"Kami harus meninggalkan Ras Lanuf karena di sana sangat berbahaya, selalu ada serangan dari timur dan barat. Tidak ada yang tinggal di sana lagi. Kami beruntung karena bisa lolos dengan selamat," tambahnya.

Pengungsian itu mulai berlangsung Senin (7/3) ketika tentara pendukung Gaddafi terus maju setelah berhasil merebut Desa Bin Jawad yang sebelumnya dikuasai penentang Gaddafi dalam satu pertempuran berdarah di malam sebelumnya.

Beberapa penduduk mengambil arah ke kanan ketika tiba di persimpangan pesisir Mediterania menuju wilayah yang dikuasai pendukung Gaddafi tetapi kebanyakan dari mereka berbelok kiri menuju timur yang dikuasai penentang Gaddafi.

Anak-anak terlihat duduk di pangkuan orang tua mereka dan tumpukan tas di susun tinggi, mereka mengacungkan simbol 'V' untuk 'victory' (kemenangan) kepada gerombolan penentang Gaddafi yang menjaga pos pemeriksaan di luar kota itu.

Ras Lanuf terlihat seperti kota hantu ketika disambangai Senin malam.

Rumah-rumah yang terbuat dari bata, tenggelam dalam hening, sedangkan jalanan dibanjiri pasir.  Beberapa pasukan penentang pemerintah berpatroli dengan mobil yang dicat hijau, merah, dan hitam, bendera Libya sebelum Gaddafi berkuasa.

Satu-satunya yang berjalan kaki adalah Mohamed, seorang tua yang mengenakan jubah putih dan berselimutkan mantel hitam.

Ia mengaku telah hidup di kota itu selama 25 tahun. "Orang boleh pergi jika mereka ingin pergi. Tetapi Allah di sini melindungi saya," tegas pak tua itu. (*)

AFP/Liberty

Editor: Jafar M Sidik
COPYRIGHT © 2011

Ikuti berita terkini di handphone anda di m.antaranews.com